KEBUDAYAAN SUKU KARO
Kata Pengantar
Puji dan syukur kehadirat TuhanYang Maha Esa karena berkat berkat dan rahmat karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini yang berjudul “KEBUDAYAAN SUKU KARO” tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak baik dari teman-teman, keluarga dan terutama kepada dosen pembimbing saya maka dari itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat makalah memberikan manfaat kepada seluruh pembaca. Selain itu penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata kesempurnaan, baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Oleh karenanya kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Medan, Januari 2013
Penulis
( Ari Fitri Margaretha Keliat )
BAB I
PENDAHULUAN
Kebudayaan Suku Karo
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya dan terdiri dari banyak suku di seluruh provinsi dan hampir disetiap kota memiliki suku yang berbeda-beda bahkan dalam satu kota saja terdapat lebih dari satu suku. Sebut saja Medan, Sumatra Utara misalnya yang terkenal penduduk ataupun suku batak yang merupakan salah satu suku terbesar di Indonesia. Batak juga terdiri dari beberapa cabang suku besar lainnya diantara Batak Karo, Toba, Simalungun, Pak-pak dan Mandailing. Tapi pada makalah kali ini saya akan membahas tentang kebudayaan suku karo dimana suku ini adalah suku saya sendiri.
B. Batasan Masalah
Dari latar belakang masalah jelaslah penulis menerangkan penelitian ini penulis teliti di Kota Medan dan sekitarnya sesuai penyebaran suku Batak Karo yang di diambil dari sumber media internet.
C. Rumusan Masalah
1.Bagaimana sejarah suku Karo ?
2.Dimana saja penyebaran suku Karo?
3.Apa saja marga-marga di suku Karo?
4.Bagaimana penjelasan tentang rakut sitelu dan tutur siwaluh?
5.Apa dan bagaimana kebuyaan di adat suku Karo ?
D. Tujuan Penelitian
Untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Batak Litrasi serta untuk memambah pengetahuan mahasiswa khususnya yang bersuku karo tentang kebudayaan dan adat orang karo serta pembagian-pembagianyanya serta menegenalkan kepada para pembaca baik suku karo ataupun bukan tentang kebudayaan karo itu sendiri.
E. Manfaat Penelitian
Meningkatkan kesadaran mahasiswa yang bersuku karo tentang adatdan budaya karo sehingga tidak hilang dari kebudayaan Indonesia
Mengingatkan kepada mahasiswa bersuku karo tentang marga dan pertuturen marga yang satu dengan yang lain sehingga tidak terjadi kesalah pahaman kedepannya
Mengenalkan kepada masyarakat (pembaca) yang bukan dari suku karo tentang tentang kebudayan & adat suku karo
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Suku Karo
Suku Karo adalah suku yang mendiami Dataran Tinggi Karo, Sumatera Utara, Indonesia. Suku ini merupakan salah satu suku terbesar dalam Sumatera Utara. Nama suku ini dijadikan salah satu nama kabupaten di salah satu wilayah yang mereka diami (dataran tinggi Karo) yaitu Tanah Karo. Suku ini memiliki bahasa sendiri yang disebut Bahasa Karo atau Cakap Karo. Pakaian adat suku Karo didominasi dengan warna merah serta hitam dan penuh dengan perhiasan emas.
Kerajaan Haru-Karo (Kerajaan Aru) mulai menjadi kerajaan besar di Sumatera, namun tidak diketahui secara pasti kapan berdirinya. Namun demikian, Brahma Putra, dalam bukunya "Karo dari Zaman ke Zaman" mengatakan bahwa pada abad 1 Masehi sudah ada kerajaan di Sumatera Utara yang rajanya bernama "Pa Lagan". Menilik dari nama itu merupakan bahasa yang berasal dari suku Karo. Mungkinkah pada masa itu kerajaan haru sudah ada?, hal ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.(Darwan Prinst, SH :2004)
Kerajaan Haru-Karo diketahui tumbuh dan berkembang bersamaan waktunya dengan kerajaan Majapahit, Sriwijaya, Johor, Malaka dan Aceh. Terbukti karena kerajaan Haru pernah berperang dengan kerajaan-kerajaan tersebut. Kerajaan Haru pada masa keemasannya, pengaruhnya tersebar mulai dari Aceh Besar hingga ke sungai Siak di Riau.
Terdapat suku Karo di Aceh Besar yang dalam bahasa Aceh disebut Karee.
Keberadaan suku Haru-Karo di Aceh ini diakui oleh H. Muhammad Said dalam bukunya "Aceh Sepanjang Abad", (1981). Ia menekankan bahwa penduduk asli Aceh Besar adalah keturunan mirip Batak. Namun tidak dijelaskan keturunan dari Batak mana penduduk asli tersebut. Sementara itu, H. M. Zainuddin dalam bukunya "Tarich Atjeh dan Nusantara" (1961) mengatakan bahwa di lembah Aceh Besar disamping terdapat kerajaan Islam terdapat pula kerajaan Karo. Selanjunya disebutkan bahwa penduduk asli atau bumi putera dari ke-20 mukim bercampur dengan suku Karo. Brahma Putra, dalam bukunya "Karo Sepanjang Zaman" mengatakan bahwa raja terakhir suku Karo di Aceh Besar adalah Manang Ginting Suka.
Kelompok karo di Aceh kemudian berubah nama menjadi "Kaum Lhee Reutoih" atau Kaum Tiga Ratus. Penamaan demikian terkait dengan peristiwa perselisihan antara suku Karo dengan suku Hindu di sana yang disepakati diselesaikan dengan perang tanding. Sebanyak tiga ratus (300) orang suku Karo akan berkelahi dengan empat ratus (400) orang suku Hindu di suatu lapangan terbuka. Perang tanding ini dapat didamaikan dan sejak saat itu suku Karo disebut sebagai kaum tiga ratus dan kaum Hindu disebut kaum empat ratus.
Dikemudian hari terjadi pencampuran antar suku Karo dengan suku Hindu dan mereka disebut sebagai kaum Ja Sandang. Golongan lainnya adalah Kaum Imeum Peuet dan Kaum Tok Batee yang merupakan campuran suku pendatang, seperti: Kaum Hindu, Arab, Persia, dan lainnya.
B. Penyebaran Suku Karo
Sering terjadi kekeliruan dalam percakapan sehari-hari di masyarakat bahwa Taneh Karo diidentikkan dengan Kabupaten Karo. Padahal, Taneh Karo jauh lebih luas daripada Kabupaten Karo karena meliputi :
1. Kabupaten Tanah Karo
Kabupaten Karo terletak di dataran tinggi Tanah Karo. Kota yang terkenal dengan di wilayah ini adalah Brastagi dan Kabanjahe. Brastagi merupakan salah satu kota turis di Sumatera Utara yang sangat terkenal dengan produk pertaniannya yang unggul. Salah satunya adalah buah jeruk dan produk minuman yang terkenal yaitu sebagai penghasil Markisa Jus yang terkenal hingga seluruh nusantara. Mayoritas suku Karo bermukim di daerah pegunungan ini, tepatnya di daerah Gunung Sinabung dan Gunung Sibayak yang sering disebut sebagai atau "Taneh Karo Simalem". Banyak keunikan-keunikan terdapat pada masyarakat Karo, baik dari geografis, alam, maupun bentuk masakan. Masakan Karo, salah satu yang unik adalah disebut terites. Terites ini disajikan pada saat pesta budaya, seperti pesta pernikahan, pesta memasuki rumah baru, dan pesta tahunan yang dinamakan -kerja tahun-. Trites ini bahannya diambil dari isilambung sapi/kerbau, yang belum dikeluarkan sebagai kotoran.Bahan inilah yang diolah sedemikian rupa dicampur dengan bahan rempah-rempah sehingga aroma tajam pada isi lambung berkurang dan dapat dinikmati. Masakan ini merupakan makanan favorit yang suguhan pertama diberikan kepada yang dihormati.
2. Kota Medan
Pendiri kota Medan adalah seorang putra Karo yaitu Guru Patimpus Sembiring Pelawi.
3. Kota Binjai
Kota Binjai merupakan daerah yang memiliki interaksi paling kuat dengan Kota Medan disebabkan oleh jaraknya yang relatif sangat dekat dari Kota Medan sebagai ibukota Provinsi Sumatera Utara.
4. Kabupaten Dairi
Wilayah Kabupaten Dairi pada umumnya sangat subur dengan kemakmuran masyarakatnya melalui perkebunan kopinya yang sangat berkualitas. Sebagian Kabupaten Dairi yang merupakan bagian Taneh Karo:
a. Kecamatan Taneh Pinem
b. Kecamatan Tiga Lingga
c. Kecamatan Gunung Sitembe
5. Kabupaten Aceh Tenggara
Taneh Karo di kabupaten Aceh Tenggara meliputi:
• Kecamatan Lau Sigala-gala (Desa Lau Deski, Lau Perbunga, Lau Kinga)
• Kecamatan Simpang Simadam
C. Marga-marga Suku Karo
Berdasarkan Keputusan Kongres Kebudayaan Karo pada tanggal 3 Desember 1995 di Sibayak International Hotel Berastagi, pemakaian merga didasarkan pada Merga Silima. Merga disebut untuk laki-laki, sedangkan untuk perempuan yang disebut beru. Merga atau beru ini disandang di belakang nama seseorang. Kelima merga tersebut adalah:
1. Karo-karo : Barus, Bukit, Gurusinga, Kaban, Kacaribu, Surbakti, Sinulingga, Sitepu dll (Jumlah = 18)
2. Tarigan : Bondong, Ganagana, Gerneng, Purba, Sibero dll (Jumlah = 13)
3. Ginting: Munthe, Saragih, Suka, Ajartambun, Jadibata, Manik, dll (Jumlah = 16)
4. Sembiring: Sembiring si banci man biang (sembiring yang boleh makan anjing): Keloko, Sinulaki, Kembaren, Sinupayung (Jumlah = 4); Sembiring simantangken biang (sembiring yang tidak boleh makan Anjing): Brahmana, Depari, Meliala, Pelawi dll (Jumlah = 15)
5. Perangin-angin: Bangun, Kacinambun, Perbesi,Sebayang, Pinem, Sinurat dll (Jumlah = 18)
Total semua submerga adalah = 84
Adapun Merga dan Sub Merga serta sejarah, legenda, dan ceritanya adalah sebagai berikut
1). MERGA GINTING
Merga Ginting terdiri atas beberapa Sub Merga seperti :
A. Ginting Pase
Ginting Pase menurut legenda sama dengan Ginting Munthe. Merga Pase juga ada di Pak-Pak, Toba dan Simalungun. Ginting Pase dulunya mempunyai kerajaan di Pase dekat Sari Nembah sekarang. Cerita Lisan Karo mengatakan bahwa anak perempuan (puteri) Raja Pase dijual oleh bengkila (pamannya) ke Aceh dan itulah cerita cikal bakal kerajaan Samudera Pasai di Aceh. Untuk lebih jelasnya dapat di telaah cerita tentang Beru Ginting Pase. (Petra : Bisa dibaca di sini)
B. Ginting Munthe
Menurut cerita lisan Karo, Merga Ginting Munthe berasal dari Tongging, kemudian ke Becih dan Kuta Sanggar serta kemudian ke Aji Nembah dan terakhir ke Munthe. Sebagian dari merga Ginting Munthe telah pergi ke Toba (Nuemann 1972 : 10), kemudian sebagian dari merga Munthe dari Toba ini kembali lagi ke Karo. Ginting Muthe di Kuala pecah menjadi Ginting Tampune.
C.Ginting Manik
Ginting Manik menurut cerita masih saudara dengan Ginting Munthe. Merga ini berasal dari Tongging terus ke Aji Nembah, ke Munthe dan Kuta Bangun. Merga Manik juga terdapat di Pak-pak dan Toba.
D.Ginting Sinusinga
D.Ginting Seragih
Menurut J.H. Neumann (Nuemann 1972 : 10), Ginting Seragih termasuk salah satu merga Ginting yang tua dan menyebar ke Simalungun menjadi Saragih, di Toba menjadi Seragi.
E. Ginting Sini Suka
Menurut cerita lisan Karo berasal dari Kalasan (Pak-Pak), kemudian berpindah ke Samosir, terus ke Tinjo dan kemudian ke Guru Benua, disana dikisahkan lahir Siwah Sada Ginting (Sembilan Satu Ginting), yakni :
1.Ginting Babo
2.Ginting Sugihen
3.Ginting Guru Patih
4.Ginting Suka (ini juga ada di Gayo/Alas)
5.Ginting Beras
6.Ginting Bukit (juga ada di Gayo/Alas)
7.Ginting Garamat (di Toba menjadi Simarmata)
8.Ginting Ajar Tambun
9.Ginting Jadi Bata
Kesembilan orang merga Ginting ini mempunyai seorang saudara perempuan bernama Bembem br Ginting, yang menurut legenda tenggelam ke dalam tanah ketika sedang menari di Tiga Bembem atau sekarang Tiga Sukarame, kecamatan Munte.
G. Ginting Jawak
Menurut cerita Ginting Jawak berasal dari Simalungun. Merga ini hanya sedikit saja di daerah Karo.
H. Ginting Tumangger
Marga ini juga ada di Pak Pak, yakni Tumanggor.
I. Ginting Capah
Capah berarti tempat makan besar terbuat dari kayu, atau piring tradisional Karo.
02. MERGA KARO-KARO
Merga Karo-Karo terbagi atas beberapa Sub Merga, yaitu :
A. Karo-Karo Purba
Merga Karo-Karo Purba menurut cerita berasal dari Simalungun. Dia disebutkan beristri dua orang, seorang puteri umang dan seorang ular.
Dari isteri umang lahirlah merga-merga :
Purba
Merga ini mendiami kampung Kabanjahe, Berastagi dan Kandibata.
Ketaren
Dahulu merga Karo-Karo Purba memakai nama merga Karo-Karo Ketaren. Ini terbukti karena Penghulu rumah Galoh di Kabanjahe, dahulu juga memakai merga Ketaren. Menurut budayawan Karo, M.Purba, dahulu yang memakai merga Purba adalah Pa Mbelgah. Nenek moyang merga Ketaren bernama Togan Raya dan Batu Maler (referensi K.E. Ketaren).
Sinukaban
Merga Sinukaban ini sekarang mendiami kampung Kaban..
Sementara dari isteri ular lahirlah anak-anak yakni merga-merga :
B. Karo-Karo Sekali
Karo-Karo sekali mendirikan kampung Seberaya dan Lau Gendek, serta Taneh Jawa Sinuraya /Sinuhaji
Merga ini mendirikan kampung Seberaya dan Aji Siempat, yakni Aji Jahe, Aji Mbelang dan Ujung Aji. Jong/Kemit Merga ini mendirikan kampung Mulawari. Samura
C. Karo-Karo Bukit
Kelima Sub Merga ini menurut cerita tidak boleh membunuh ular. Ular dimaksud dalam legenda Karo tersebut, mungkin sekali menggambarkan keadaan lumpuh dari seseorang sehingga tidak bisa berdiri normal.
D. Karo-Karo Sinulingga
Merga ini berasal dari Lingga Raja di Pak-Pak, disana mereka telah menemui Merga Ginting Munthe. Sebagian dari Merga Karo-Karo Lingga telah berpindah ke Kabupaten Karo sekarang dan mendirikan kampung Lingga.
Merga ini kemudian pecah menjadi sub-sub merga, seperti :
Kaban
Merga ini mendirikan kampung Pernantin dan Bintang Meriah,
Kacaribu
Merga ini medirikan kampung Kacaribu.
Surbakti
Merga Surbakti membagi diri menjadi Surbakti dan Gajah. Merga ini juga kemudian sebagian menjadi Merga Torong.
Menilik asal katanya kemungkinan Merga Karo-karo Sinulingga berasal dari kerajaan Kalingga di India. Di Kuta Buloh, sebagian dari merga Sinulingga ini disebut sebagai Karo-Karo Ulun Jandi. Merga Lingga juga terdapat di Gayo/Alas dan Pak Pak.
E.Karo-Karo Kaban
Merga ini menurut cerita, bersaudara dengan merga Sinulingga, berasal dari Lingga Raja di Pak-Pak dan menetap di Bintang Meriah dan Pernantin.
F. Karo-Karo Sitepu
Merga ini menurut legenda berasal dari Sihotang (Toba) kemudian berpindah ke si Ogung-Ogung, terus ke Beras Tepu, Naman, Beganding, dan Sukanalu. Merga Sitepu di Naman sebagian disebut juga dengan nama Sitepu Pande Besi, sedangkan Sitepu dari Toraja (Ndeskati) disebut Sitepu Badiken. Sitepu dari Suka Nalu menyebar ke Nambiki dan sekitar Sei Bingai. Demikian juga Sitepu Badiken menyebar ke daerah Langkat, seperti Kuta Tepu.
G.Karo-Karo Barus
Merga Karo-Karo barus menurut cerita berasal dari Baros (Tapanuli Tengah). Nenek moyangnya Sibelang Pinggel (atau Simbelang Cuping) atau si telinga lebar. Nenek moyang merga Karo-Karo Barus mengungsi ke Karo karena diusir kawan sekampung akibat kawin sumbang (incest). Di Karo ia tinggal di Aji Nembah dan diangkat saudara oleh merga Purba karena mengawini impal merga Purba yang disebut Piring-piringen Kalak Purba. Itulah sebabnya mereka sering pula disebut Suka Piring.
H. Karo-Karo Manik
Di Buluh Duri Dairi (Karo Baluren), terdapat Karo Manik.
03. MERGA PERANGINANGIN
terbagi atas beberapa sub merga, yakni :
A. Peranginangin Sukatendel
Menurut cerita lisan, merga ini tadinya telah menguasai daerah Binje dan Pematang Siantar. Kemudian bergerak ke arah pegunungan dan sampai di Sukatendel. Di daerah Kuta Buloh, merga ini terbagi menjadi :
B. Peranginangin Kuta Buloh
Mendiami kampung Kuta Buloh, Buah Raja, Kuta Talah (sudah mati), dan Kuta Buloh Gugong serta sebagian ke Tanjung Pura (Langkat) dan menjadi Melayu.
C. Peranginangin Jombor Beringen
Merga ini mendirikan, kampung-kampung, Lau Buloh, Mburidi, Belingking,. Sebagian menyebar ke Langkat mendirikan kampung Kaperas, Bahorok, dan lain-lain.
D.Peranginangin Jenabun
Merga ini juga mendirikan kampong Jenabun,. Ada cerita yang mengatakan mereka berasal dari keturunan nahkoda (pelaut) yang dalam bahasa Karo disebut Anak Koda Pelayar. Di kampung ini sampai sekarang masih ada hutan (kerangen) bernama Koda Pelayar, tempat pertama nahkoda tersebut tinggal.
E.Peranginangin Kacinambun
Menurut cerita, Peranginangin Kacinambun datang dari Sikodon-kodon ke Kacinambun.
F.Peranginangin Bangun
Alkisah Peranginangin Bangun berasal dari Pematang Siantar, datang ke Bangun Mulia. Disana mereka telah menemui Peranginangin Mano. Di Bangun Mulia terjadi suatu peristiwa yang dihubungkan dengan Guru Pak-pak Pertandang Pitu Sedalanen. Di mana dikatakan Guru Pak-pak menyihir (sakat) kampung Bangun Mulia sehingga rumah-rumah saling berantuk (ersepah), kutu anjing (kutu biang) mejadi sebesar anak babi. Mungkin pada waktu itu terjadi gempa bumi di kampung itu. Akibatnya penduduk Bangun Mulia pindah. Dari Bangun Mulia mereka pindah ke Tanah Lima Senina, yaitu Batu Karang, Jandi Meriah, Selandi, Tapak, Kuda dan Penampen. Bangun Penampen ini kemudian mendirikan kampung di Tanjung. Di Batu Karang, merga ini telah menemukan merga Menjerang dan sampai sekarang silaan di Batu Karang bernama Sigenderang. Merga ini juga pecah menjadi :
Keliat
Menurut budayawan Karo, Paulus Keliat, merga Keliat merupakan pecahan dari rumah Mbelin di Batu Karang. Merga ini pernah memangku kerajaan di Barus Jahe, sehingga sering juga disebut Keliat Sibayak Barus Jahe.
Beliter
Di dekat Nambiki (Langkat), ada satu kampung bernama Beliter dan penduduknya menamakan diri Peranginangin Beliter. Menurut cerita, mereka berasal dari merga Bangun. Di daerah Kuta Buluh dahulu juga ada kampung bernama Beliter tetapi tidak ditemukan hubungan anatara kedua nama kampung tersebut. Penduduk kampung itu di sana juga disebut Peranginangin Beliter.
G.Peranginangin Mano
Peranginangin Mano tadinya berdiam di Bangun Mulia. Namun, Peranginangin Mano sekarang berdiam di Gunung, anak laki-laki mereka dipanggil Ngundong.
H. Peranginangin Pinem
Nenek moyang Peranginangin Pinem bernama Enggang yang bersaudara dengan Lambing, nenek moyang merga Sebayang dan Utihnenek moyang merga Selian di Pakpak.
I. Peranginangin Sebayang
Nenek Moyang merga ini bernama Lambing, yang datang dari Tuha di Pak-pak, ke Perbesi dan kemudian mendirikan kampung Kuala, Kuta Gerat, Pertumbuken, Tiga Binanga, Gunung, Besadi (Langkat), dan lain-lain. Merga Sembayang (Sebayang) juga terdapat di Gayo/Alas.
J. Peranginangin Laksa
Menurut cerita datang dari Tanah Pinem dan kemudian menetap di Juhar.
K. Peranginangin Penggarun
Penggarun berarti mengaduk, biasanya untuk mengaduk nila (suka/telep) guna membuat kain tradisional suku Karo.
L. Peranginangin Uwir
M. Peranginangin Sinurat
Menurut cerita yang dikemukakan oleh budayawan Karo bermarga Sinurat seperti Karang dan Dautta, merga ini berasal dari Peranginangin Kuta Buloh. Ibunya beru Sinulingga, dari Lingga bercerai dengan ayahnya lalu kawin dengan merga Pincawan. Sinurat dibawa ke Perbesi menjadi juru tulis merga Pincawan (Sinurat). Kemudian merga Pincawan khawatir merga Sinurat akan menjadi Raja di Perbesi, lalu mengusirnya. Pergi dari Perbesi, ia mendirikan kampung dekat Limang dan diberi nama sesuai perladangan mereka di Kuta Buloh, yakni Kerenda.
N. Peranginangin Pincawan
Nama Pincawan berasal dari Tawan, ini berkaitan dengan adanya perang urung dan kebiasaan menawan orang pada waktu itu. Mereka pada waktu itu sering melakukan penawanan-penawanan dan akhirnya disebut Pincawan.
O. Peranginangin Singarimbun
Peranginangin Singarimbun menurut cerita budayawati Karo,Seh Ate br Brahmana, berasal dari Simaribun di Simalungun. Ia pindah dari sana berhubung berkelahi dengan saudaranya. Singarimbun kalah adu ilmu dengan saudaranya tersebut lalu sampailah ia di Tanjung Rimbun (Tanjong Pulo) sekarang. Disana ia menjadi gembala dan kemudian menyebar ke Temburun, Mardingding, dan Tiga Nderket.
P. Peranginangin Limbeng
Peranginangin Limbeng ditemukan di sekitar Pancur Batu. Merga ini pertama kali masuk literatur dalam buku Darwan Prinst, SH dan Darwin Prinst, SH berjudul Sejarah dan Kebudayaan Karo.
Q. Peranginangin Prasi
Merga ini ditemukan oleh Darwan Prinst, SH dan Darwin Prinst, SH di desa Selawang-Sibolangit. Menurut budayawan Karo Paulus Keliat, merga ini berasal dari Aceh, dan disahkan menjadi Peranginangin ketika orang tuanya menjadi Pergajahen di Sibiru-biru.
04. MERGA SEMBIRING
Berikut adalah pembagian Marga Sembiring yang ada pada masyarakat karo dan secara umum terdiri dari dua kelompok, yaitu :
A. Si man Biang (yang memakan anjing) terdiri dari :
1. Sembiring Kembaren, (asal usul marga ini dari Kuala Ayer Batu, kemudian pindah ke Pagaruyung terus ke Bangko di Jambi dan selanjutnya ke Kutungkuhen di Alas. Nenek moyang mereka bernama Kenca Tampe Kuala berangkat bersama rakyatnya menaiki perahu dengan membawa pisau kerajaan bernama ‘pisau bala bari’. Keturunannya kemudian mendirikan Kampung Silalahi, Paropo, Tumba dan Martogan yang menyebar ke Liang Melas, seperti Kuta Mbelin, Sampe Raya, Pola Tebu, Ujong Deleng, Negeri Jahe, Gunong Meriah, Longlong, Tanjong Merahe, Rih Tengah, dan lain-lain. Marga ini juga tersebar luas di Kabupaten Langkat seperti Lau Damak, Batu Erjong-jong, Sapo Padang, Sijagat dan lain-lain).
2. Sembiring Keloko, (menurut cerita, Sembiring Keloko masih satu keturunan dengan Sembiring Kembaren. Marga Sembiring Keloko tinggal di Rumah Tualang sebuah desa yang sudah ditinggalkan antara Pola Tebu dengan Sampe Raya. Marga ini sekarang terbanyak tinggal di Pergendangen, beberapa keluarga di Buah Raya dan Limang).
3. Sembiring Sinulaki, (sejarah Marga Sembiring Sinulaki dikatakan juga sama dengan sejarah Sembiring Kembaren karena mereka masih dalam satu rumpun. Marga Sinulaki berasal dari Silalahi).
4. Sembiring Sinupayung, marga ini menurut cerita bersaudara dengan Sembiring Kembaren. Mereka ini tinggal di Juma Raja dan Negeri).
B. Si la man Biang (yang tidak memakan anjing) atau Sembiring Singombak terdiri dari :
1. Sembiring Brahmana
Menurut cerita lisan Karo, nenek moyang merga Brahmana ini adalah seorang keturunan India yang bernama Megitdan pertama kali tinggal di Talu Kaban. Anak-anak dari Megit adalah, Mecu Brahmana yang keturunannya menyebar ke Ulan Julu, Namo Cekala, dan kaban Jahe. Mbulan Brahmana menjadi cikal bakal kesain Rumah Mbulan Tandok Kabanjahe yang keturunannya kemudian pindah ke Guru Kinayan dan keturunannya mejadi Sembiring Guru Kinayan. Di desa Guru Kinayan ini merga Brahmana memperoleh banyak kembali keturunan. Dari Guru Kinayan, sebagian keturunananya kemudian pindah ke Perbesi dan dari Perbesi kemudian pindah ke Limang.
2. Sembiring Guru Kinayan
Sembiring Guru Kinayan terjadi di Guru Kinayan, yakni ketika salah seorang keturunan dari Mbulan Brahmana menemukan pokok bambo bertulis (Buloh Kanayan Ersurat). Daun bambo itu bertuliskan aksara Karo yang berisi obat-obatan. Di kampung itu menurut cerita dia mengajar ilmu silat (Mayan) dan dari situlah asal kata Guru Kinayan (Guru Ermayan). Keturunannya kemudian menjadi Sembiring Guru Kinayan.
3. Sembiring Colia
Merga Sembiring Colia, juga menurut sejarah berasal dari India, yakni kerajaan Cola di India. Mereka mendirikan kampung Kubu Colia.
4. Sembiring Muham
Merga ini juga dikatakan sejarah, berasal dari India, dalam banyak praktek kehidupan sehari-hari merga ini sembuyak dengan Sembiring Brahmana, Sembiring Guru Kinayan, Sembiring Colia, dan Sembiring Pandia. Mereka inilah yang disebut Sembiring Lima Bersaudara dan itulah asal kata nama kampung Limang. Menurut ahli sejarah Karo. Pogo Muham, nama Muham ini lahir, ketika diadakan Pekewaluh di Seberaya karena perahunya selalu bergempet (Muham).
5.Sembiring Pandia
Sebagaimana sudah disebutkan di atas, bahwa merga Sembiring Pandia, juga berasal dari kerajaan Pandia di India. Dewasa ini mereka umumnya tinggal di Payung.
6.Sembiring Keling
Menurut cerita lisan Karo mengatakan, bahwa Sembiring Keling telah menipu Raja Aceh dengan mempersembahkan seekor Gajah Putih. Untuk itu Sembiring Keling telah mencat seekor kerbau dengan tepung beras. Akan tetapi naas, hujan turun dan lunturlah tepung beras itu, karenanya terpaksalah Sembiring Keling bersembunyi dan melarikan diri. Sembiring Keling sekarang ada di Raja Berneh dan Juhar.
7. Sembiring Depari
Sembiring Depari menurut cerita menyebar dari Seberaya, Perbesi sampai ke Bekacan (Langkat). Mereka ini masuk Sembiring Singombak, di daerah Kabupaen Karo nama kecil (Gelar Rurun) anak laki-laki disebut Kancan, yang perempuan disebut Tajak. Sembiring Depari kemudian pecah menjadi Sembiring Busok. Sembiring Busok ini terjadi baru tiga generasi yang lalu. Sembiring Busok terdapat di Lau Perimbon dan Bekancan.
8. Sembiring BunuajiMerga ini terdapat di Kuta Tengah dan Beganding.
9. Sembiring Milala
Sembiring Milala, juga menurut sejarah berasal dari India, mereka masuk ke Sumatera Utara melalui Pantai Timur di dekat Teluk Haru. Di Kabupaten Karo penyebarannya dimulai dari Beras Tepu. Nenek moyang mereka bernama Pagit pindah ke Sari Nembah. Merka umumnya tinggal di kampung-kampung Sari Nembah, Raja Berneh, Kidupen, Munte, Naman dan lain-lain. Pecahan dari merga ini adalah Sembiring Pande Bayang.
10. Sembiring Pelawi
Menurut cerita Sembiring Pelawi diduga berasa dari India (Palawa). Pusat kekuasaan merga Pelawi di wilayah Karo dahulu di Bekancan. Di Bekancan terdapat seorang Raja, yaitu Sierkilep Ngalehi, menurut cerita, daerahnya sampai ke tepi laut di Berandan, seperti Titi Pelawi dan Lau Pelawi. Di masa penjajahan Belanda daerah Bekancan ini masuk wilayah Pengulu Bale Nambiki. Kampung-kampung merga Sembiring Pelawi adalah : Ajijahe, Kandibata, Perbesi, Perbaji, Bekancan dan lain-lain.
11. Sembiring Sinukapor
Sejarah merga ini belum diketahui secara pasti, mereka tinggal di Pertumbuken, Sidikalang, dan Sarintonu.
12. Sembiring Tekang
Sembiring Tekang dianggap dekat/bersaudara dengan Sembiring Milala. Di Buah Raya, Sembiring Tekang ini juga menyebut dirinya Sembiring Milala. Kedekatan kedua merga ini juga terlihat dari nama Rurun anak-anak mereka. Rurun untuk merga Milala adalah Jemput (laki-laki di Sari Nembah) / Sukat (laki-laki di Beras Tepu) dan Tekang (wanita). Sementara Rurun Sembiring Tekang adalah Jambe (laki-laki) dan Gadong (perempuan). Kuta pantekennya adalah Kaban, merga ini tidak boleh kawin-mengawin dengan merga Sinulingga, dengan alasan ada perjanjian, karena anak merga Tekang diangkat anak oleh merga Sinulingga.
Adanya perbedaan antara Sembiring Siman Biang dengan Sembiring Si La Man Biang sebenarnya menurut Jaman Tarigan, seorang pengetua adat adalah merupakan kelanjutan kisah dari pelarian Sembiring Keling setelah menipu Raja Aceh yaitu dengan mempersembahkan seekor gajah putih padahal sesungguhnya adalah seekor kerbau yang dicat dengan tepung beras. Namun, pada saat mempersembahkannya hujan turun sehingga tepung beras yang melumuri kerbau tersebut luntur sehingga ia harus melarikan diri.
alam pelariannya ia menemukan jalan buntu dan satu-satunya jalan hanya menyeberangi sungai. Sembiring Keling tersebut tidak dapat berenang sehingga ia bersumpah siapapun yang dapat menolongnya akan diberi imbalan yang sesuai. Ternyata ada seekor anjing yang menolongnya sehingga ia selamat sampai ke seberang dan dapat meloloskan diri dari kejaran pasukan Raja Aceh. Setelah diselamatkan oleh anjing ia akhirnya bersumpah bahwa ia, saudara-saudara dan keturunannya tidak akan memakan anjing sampai kapanpun.
Akibat dari sumpahnya akhirnya semua Marga Sembiring yang berasal dari India Belakang beserta keturunannya ikut menanggung akibatnya sampai saat ini, yaitu apabila ada keturunan Sembiring Simantangken Biang yang memakan anjing maka akan mengalami gatal-gatal di tubuhnya
05. MERGA TARIGAN
Ada cerita lisan (Darwin Prinst, SH. Legenda Merga Tarigan dalam bulletin KAMKA No. 010/Maret 1978 ) yang menyebutkan merga Tarigan ini tadinya berdiam di sebuah Gunung, yang berubah mejadi Danau Toba sekarang. Mereka disebut sebagai bangsa Umang. Pada suatu hari, isteri manusia umang Tarigan ini melahirkan sangat banyak mengeluarkan darah. Darah ini, tiba-tiba menjadi kabut dan kemudian jadilah sebuah danau. Cerita ini menggambarkan terjadinya Danau Toba dan migrasi orang Tarigan dari daerah tersebut ke Purba Tua, Cingkes, dan Tongtong Batu. Tiga orang keturunan merga Tarigan kemudian sampai ke Tongging yang waktu itu diserang oleh burung Sigurda-Gurda berkepala tujuh. Untuk itu Tarigan memasang seorang anak gadis menjadi umpan guna membunuh manok Sigurda-gurda tersebut.
Sementara di bawah gadis itu digali lobang tempat sebagai benteng merga Tarigan. Ketika burung Sigurda-gurda datang dan hendak menerkam anak gadis itu, maka Tarigan ini lalu memanjat pohon dan menyumpit (eltep) kepala burung garuda itu. Enam kepala kena sumpit, akan tetapi satu kepala tesembunyi di balik dahan kayu. Salah seorang merga Tarigan ini lalu memanjat pohon dan menusuk kepala itu dengan pisau. Maksud cerita ini mungkin sekali, bahwa pada waktu itu sedang terjadi peperangan, atau penculikan anak-anak gadis di Tongging. Pengulu Tongging merga Ginting Manik lalu minta bantuan kepada merga Tarigan untuk mengalahkan musuhnya tersebut
Beberapa generasi setelah kejadian ini, tiga orang keturunan merga Tarigan ini diberi nama menurut keahliannya masing-masing, yakni ; Tarigan Pertendong (ahli telepati), Pengeltep (ahli menyumpit) dan Pernangkih-nangkih (ahli panjat). Tarigan pengeltep kawin dengan beru Ginting Manik. Diadakanlah pembagian wilayah antara penghulu Tongging dengan Tarigan Pengeltep. Tarigan menyumpitkan eltepnya sampai ke Tongtong Batu. Tarigan lalu pergi kesana, dan itulah sebabnya pendiri kampung (Simantek Kuta) di Sidikalang dan sekitarnya adalah Tarigan (Gersang). Tarigan Pertendong dan Tarigan Pernangkih-nangkih tinggal di Tongging dan keturunannya kemudian mejadi Tarigan Purba, Sibero, dan Cingkes, baik yang di Toba maupun yang di Simalungun. Beberapa generasi kemudian berangkatlah dua orang Merga Tarigan dari Tongtong Batu ke Juhar, yang kemudian di Juhar dikenal sebagai Tarigan Sibayak dan Tarigan Jambor Lateng. Tarigan Sebayak mempunyai nama rurun Batu (laki-laki) dan Pagit (perempuan). Sementara nama rurun Tarigan Jambor Lateng adalah Lumbung (laki-laki) dan Tarik (perempuan). Kemudian datang pulalah Tarigan Rumah Jahe dengan nama rurun Kawas (laki-laki) dan Dombat (wanita).
Adapun cabang-cabang dari merga Tarigan ini adalah sebagai berikut :
1. Tarigan Tua
kampong asalnya di Purba Tua dekat Cingkes dan Pergendangen
2.Tarigan Bondong di Lingga
3.Tarigan Jampangdi Pergendangen
4.Tarigan Gersangdi Nagasaribu dan Beras Tepu
5.Tarigan Cingkesdi Cingkes
6.Tarigan Gana-ganadi Batu Karang ;
7.Tarigan Pekendi Sukanalu dan Namo Enggang
8.Tarigan Tambak di Kebayaken dan Sukanalu
8.Tarigan Purbadi Purba
10.Tarigan Siberodi Juhar, Kuta Raja, Keriahen Munte, Tanjong Beringen, Selakar, dan Lingga
11.Tarigan Silangitdi Gunung Meriah (Deli Serdang)
12.Tarigan Kerendam di Kuala, Pulo Berayan dan sebagian pindah ke Siak dan menjadi Sultan disana
13.Tarigan Tegurdi Suka
14.Tarigan Tambun di Rakut Besi dan Binangara
15.Tarigan Sahingdi Sinaman
Kelima merga ini masih mempunyai submerga masing-masing. Setiap orang Karo mempunyai salah satu dari merga tersebut. Merga diperoleh secara turun termurun dari ayah. Merga ayah juga merga anak. Orang yang mempunyai merga atau beru yang sama, dianggap bersaudara dalam arti mempunyai nenek moyang yang sama. Kalau laki-laki bermarga sama, maka mereka disebut (b)ersenina, demikian juga antara perempuan dengan perempuan yang mempunyai beru sama, maka mereka disebut juga (b)ersenina. Namun antara seorang laki-laki dengan perempuan yang bermerga sama, mereka disebut erturang, sehingga dilarang melakukan perkawinan, kecuali pada merga Sembiring dan Peranginangin ada yang dapat menikah di antara mereka.
D.RAKUT SI TELU DAN TUTUR SI WALUH
Di dalam budaya karo ada istilahmerga silima, rakut sitelu dan tutur siwaluh. Rakut sitelu artinya sangkep nggeluh (kelengkapan hidup) dalam budaya karo atau suku karo. Kelengkapan yag dimaksud adalah lembaga sosial yang terdapat dalam masyarakat karo, yang terdiri dari :
• Kalimbubu
Kalimbubu dapat diartikan sebagai keluarga pemberi atau keluarga dari istri.
• Sembuyak
Sembuyak dapat diartikan sebagai satu keturunan merga atau keluarga inti.
• Anak beru
Anak beru dapat diartikan sebagai keluarga yang menerima atau mengambil istri. Anak beru adalah kelompok dalam budaya karo atau suku karo yang memiliki tugas di dapur atau dengan kata lain tugasnya memasak.
Tutur siwaluh artinya adalah kekerabatan dalam masyarakat karo atau yang berhubungan dengan penuturan, yang terdiri dari :
1. Puang Kalimbubu
2. Kalimbubu
3. Senina
4. Sembuyak
5. Senina Sipemeren
6. Senina Siperibanen
7. Anak Beru
8. Anak Beru Menteri
Dalam pelaksanaan upacara adat, tutur siwaluh ini masih dapat dibagi lagi dalam kelompok-kelompok lebih khusus sesuai dengan keperluan dalam pelaksanaan upacara yang dilaksanakan, yaitu sebagai berikut:
1.Puang kalimbubu adalah kalimbubu dari kalimbubu seseorang
2.Kalimbubu adalah kelompok pemberi isteri kepada keluarga tertentu, kalimbubu ini dapat dikelompokkan lagi menjadi:
a. Kalimbubu bena-bena atau kalimbubu tua, yaitu kelompok pemberiisteri kepada kelompok tertentu yang dianggap sebagai kelompok pemberi isteri adal dari keluarga tersebut. Misalnya A bermerga Sembiring bere-bere Tarigan, maka Tarigan adalah kalimbubu Si A. Jika A mempunyai anak, maka merga Tarigan adalah kalimbubu bena-bena/kalimbubu tua dari anak A. Jadi kalimbubu bena-bena atau kalimbubu tua adalah kalimbubu dari ayah kandung.
b. Kalimbubu simada dareh adalah berasal dari ibu kandung seseorang. Kalimbubu simada dareh adalah saudara laki-laki dari ibu kandung seseorang. Disebut kalimbubu simada dareh karena merekalah yang dianggap mempunyai darah, karena dianggap darah merekalah yang terdapat dalam diri keponakannya.
c. Kalimbubu iperdemui, berarti kalimbubu yang dijadikan kalimbubu oleh karena seseorang mengawini putri dari satu keluarga untuk pertama kalinya. Jadi seseorang itu menjadi kalimbubu adalah berdasarkan perkawinan.
d.Senina, yaitu mereka yang bersadara karena mempunyai merga dan submerga yang sama.
e.Sembuyak, secara harfiah se artinya satu dan mbuyak artinya kandungan, jadi artinya adalah orang-orang yang lahir dari kandungan atau rahim yang sama. Namun dalam masyarakat Karo istilah ini digunakan untuk senina yang berlainan submerga juga, dalam bahasa Karo disebut sindauh ipedeher (yang jauh menjadi dekat).
f.Sipemeren, yaitu orang-orang yang ibu-ibu mereka bersaudara kandung. Bagian ini didukung lagi oleh pihak siparibanen, yaitu orang-orang yang mempunyai isteri yang bersaudara.
g.Senina Sepengalon atau Sendalanen, yaitu orang yang bersaudara karena mempunyai anak-anak yang memperisteri dari beru yang sama.
h.Anak beru, berarti pihak yang mengambil isteri dari suatu keluarga tertentu untuk diperistri. Anak beru dapat terjadi secara langsung karena mengawini wanita keluarga tertentu, dan secara tidak langsung melalui perantaraan orang lain, seperti anak beru menteri dan anak beru singikuri.Anak beru ini terdiri lagi atas:
i. anak beru tua, adalah anak beru dalam satu keluarga turun temurun. Paling tidak tiga generasi telah mengambil isteri dari keluarga tertentu (kalimbubunya). Anak beru tua adalah anak beru yang utama, karena tanpa kehadirannya dalam suatu upacara adat yang dibuat oleh pihak kalimbubunya, maka upacara tersebut tidak dapat dimulai. Anak beru tua juga berfungsi sebagai anak beru singerana (sebagai pembicara), karena fungsinya dalam upacara adat sebagai pembicara dan pemimpin keluarga dalam keluarga kalimbubu dalam konteks upacara adat.
j.Anak beru cekoh baka tutup, yaitu anak beru yang secara langsung dapat mengetahui segala sesuatu di dalam keluarga kalimbubunya. Anak beru sekoh baka tutup adalah anak saudara perempuan dari seorang kepala keluarga. Misalnya Si A seorang laki-laki, mempunyai saudara perempuan Si B, maka anak Si B adalah anak beru cekoh baka tutup dari Si A. Dalam panggilan sehari-hari anak beru disebut juga bere-bere mama.
k.Anak beru menteri, yaitu anak berunya anak beru. Asal kata menteri adalah dari kata minteri yang berarti meluruskan. Jadi anak beru minteri mempunyai pengertian yang lebih luas sebagai petunjuk, mengawasi serta membantu tugas kalimbubunya dalam suatu kewajiban dalam upacara adat. Ada pula yang disebut anak beru singkuri, yaitu anak berunya anak beru menteri. Anak beru ini mempersiapkan hidangan dalam konteks upacara adat.
E. KEBUDAYAAN ADAT KARO
.
a. Kebudayaan tradisional
• Piso Surit
• Lima Serangkai
• Tari Terang Bulan
• Tari Roti Manis
Suku Karo juga memiliki drama tradisional yang disebut dengan kata Gundala.
b. Kegiatan Budaya
• Merdang merdem = "kerja tahun" yang disertai "Gendang guro-guro aron".
• Mahpah = "kerja tahun" yang disertai "Gendang guro-guro aron".
• Mengket Rumah Mbaru - Pesta memasuki rumah (adat - ibadat) baru.
• Mbesur-mbesuri - "Ngerires" - membuat lemang waktu padi mulai bunting.
• Ndilo Udan - memanggil hujan.
• Rebu-rebu - mirip pesta "kerja tahun".
• Ngumbung - hari jeda "aron" (kumpulan pekerja di desa).
• Erpangir Ku Lau - penyucian diri (untuk membuang sial).
• Raleng Tendi - "Ngicik Tendi" = memanggil jiwa setelah seseorang kurang tenang karena terkejut secara suatu kejadian yang tidak disangka-sangka.
• Motong Rambai - Pesta kecil keluarga - handai taulan untuk memanggkas habis rambut bayi (balita) yang terjalin dan tidak rapi.
• Ngaloken Cincin Upah Tendi - Upacara keluarga pemberian cincin permintaan dari keponakan (dari Mama ke Bere-bere atau dari Bibi ke Permain).
• Ngaloken Rawit - Upacara keluarga pemberian pisau (tumbuk lada) atau belati atau celurit kecil yang berupa permintaan dari keponakan (dari Mama ke Bere-bere) - keponakan laki-laki.
Budaya karo atau Suku karo juga memiliki beberapa pakaian adat, yaitu :
• Uis nipes
• Uis julu
• Gatip gewang
• Gatip jongkit
• Gatip cukcak
• Uis pementing
• Batujala
• Uis arinteneng
• Uis kelam-kelam
•Uis cobar dibata
• Uis beka buluh
• Uis jujung-jujungen
Dalam suku karo ada juga namanya kerja tahun atau merdang-merdem. Kerja tahun atau merdang-merdem adalah sebuah perayaan dalam masyarakat karo atau dapat juga disebut dengan pesta rakyat. Kerja tahun atau merdang-merdem dilaksanakan setiap tahun biasanya dilaksanakan setelah menanam padi di sawah. Dalam pelaksanaan kerja tahun atau merdang-merdem biasanya ada kegiatan guro-guro aron. Guro-guro aron adalah sebuah acara tari tradisional yang ada dalam budaya karo atau suku karo yang melibatkan muda-mudi didalamnya. Pelaksanaan kerja tahun atau merdang-merdem tidak bersamaan semua, itu tergantung dengan kecamatan yang terdapat dalam kabupaten karo.
Rumah ada suku karo aksara suku karo
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN DAN SARAN
Suku karo adalah merupakan salah satu suku besar yang di miliki Indonesia di daerah Sumatra Utara yang dimna duku ini juga mempunya banyak kebudayaan dan memeliki banyak marga-marga. Suku karo memiliki banyak cerita-cerita rakyat selayaknya suku batak lainnya. Terdapat lima suku besar di suku karo yaitu marga ginting, sembiring, karo, perangin-angin dan tarigan yang memili banyak pembagian besar lainnya.
Suku karo juga mempunyai istilah yang sangat penting dalam menentukan kekerabatan antara marga yang satu dengan marga yang lain yaitu rakut si telu dan tutur si 8. Dimana ini sangat penting diketahui agar tidar terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan yang menyalahi peraturan adat yang telah di terapkan. Jadi suku Karo merupak suku yang masih menghargai dankental adat istiadat yang ditetapkan dari nenek moyang dulu sampai sekarang.
Ginting pase ginting tumangger dan beberapa ginting lainya . Banyak yang berimigrasi ke pakpak Dan mendiami kawasan pakpak , Nah mereka ini juga yang kembali ke Karo . Dan akhirnya di guru benua lahir siwah Sada GINTING. Bukan Berarti siwah Sada GINTING keturunan orang pakpak , Karena GINTING sendiri banyak yang berimigrasi ke wilayah pakpak. Pertanyaan dari keturunan GINTING mana kah siwah Sada ginting ini ?
BalasHapusTapi menurut pandangan saya siwah Sada ginting ini Pasti berasal Dari GINTING pase. Karena di aceh terdapat kerajaan pase Dan bermerga ginting suka yang Raja terakhir nya, Ginting suka sendiri Termasuk ke Golongan siwah Sada ginting.
Sistem kerajaan Di nusantara bahkan seluruh dunia, Jadi pemimpin kerajaan tak mungkin digantikan oleh orang lain. Melainkan pasti digantikan oleh keturunan Raja Sebelumnya. Dapat Kesimpulannya bahwa siwah Sada GINTING Pasti anak dari GINTING pase sehingga Salah satu ginting siwah Sada ini bisa menjadi Raja terakhir kerajaan pase di aceh, yaitu merga GINTING suka .
Bujur
Terimakasih untuk tambahan ilmunya jadi semakin banyak tau tentang suku karo.
Hapus